Laman

Selasa, 28 Februari 2012

Boediono Menyesal Jadi Wapres?

Jakarta Dalam sebuah kesempatan kunjungan di kampung halamannya, Blitar, Jawa Timur, Wakil Presiden Boediono, mengatakan dirinya masuk dalam pemerintahan (menjadi Wakil Presiden) bukan kemauan dirinya. Lebih lanjut dikatakan, proses menjadi RI 2 karena sebuah proses tarik-tarikan. Cita-cita Boediono sebenarnya adalah menjadi guru.

Selasa, 21 Februari 2012

Berpolitik Bagian Dari Dakwah


Allah SWT. telah menurunkan Risalah terakhir yang merangkum seluruh risalah nabi-nabi sebelumnya. Risalah yang bersifat “syaamilah mutakaamilah” (komprehensif dan integral). Risalah yang tidak ada satupun dimensi kehidupan kecuali ia mengaturnya secara sistemik baik secara global maupun secara spesifik. Oleh karenanya, Allah SWT berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turut langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu.” (Al-Baqarah:208)
“Dan kami Telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu; Maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang Telah datang kepadamu. untuk tiap-tiap umat diantara kamu, kami berikan aturan dan jalan yang terang. sekiranya Allah menghendaki, niscaya kamu dijadikan-Nya satu umat (saja), tetapi Allah hendak menguji kamu terhadap pemberian-Nya kepadamu, Maka berlomba-lombalah berbuat kebajikan. Hanya kepada Allah-lah kembali kamu semuanya, lalu diberitahukan-Nya kepadamu apa yang Telah kamu perselisihkan itu.” (Al-Maidah:48)
Risalah Islam ini sesungguhnya “Risalah Nabawiyah” yang terakhir yang sengaja diturunkan sebagai “way of life” (cara hidup) bagi seluruh manusia. Oleh karenanya ia bicara tentang seluruh dimensi kehidupan manusia. Baik dimensi aqidah, ibadah maupun dimensi akhlak. Dan yang termasuk dalam tiga dimensi ini adalah masalah ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan. Di sini, tidak boleh ada yang melakukan dikotomi dalam ajaran Islam. Tidak ada yang mengatakan: “Islam Yes, Politik No”, dan tidak ada lagi yang mengatakan: “Dakwah Yes, Politik No”. atau mengatakan: “Yang penting adalah aqidah, yang lain nggak penting.”
Selanjutnya bagaimana kita memiliki pemahaman yang komprehensif ini dan memperjuangkannya dalam kehidupan kita. Yang akhirnya lahirlah pencerahan dan perbaikan dalam dunia ekonomi, sosial budaya, politik dan keamanan yang berimpact kepada kebaikan dan maslahat umat.
Tarbiyah Siyasiyah
Tarbiyah siyasiah yang bermakna pendidikan atau pembinaan politik adalah sangat urgent dipahami oleh setiap muslim. Karena pemahaman politik yang sejatinya, tidak sama dengan pemahaman selama ini dalam ilmu politik secara umum, yaitu berpolitik yang hanya dimaksudkan untuk memperoleh dan mempertahankan kekuasaan. Akan tetapi kita berpartisipasi dalam politik untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran ilahiah dan memperjuangkan kepentingan masyarakat. Berkuasa untuk melayani umat, dan memimpin untuk memperbaiki sistem yang tidak berpihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kebenaran.
Oleh karenanya, seluruh aktivitas yang berkaitan dengan gerakan berpartai dan berpolitik, disebut dengan “Jihad Siyasi” (Perjuangan Politik). Dalam bahasa Imam Hasan Al-Banna, perjuangan ini dikatagorikan dalam marhalah “rukun amal” yang disebut “Ishlahul Hukumah” (Perbaikan Pemerintahan).
Keberhasilan dan kesuksesan berpolitik atau jihad siyasi harus berimpact kepada dimensi kehidupan yang lain. Harus berimpact kepada dunia pendidikan dan dakwah. Yang berujung kepada pencerdasan anak bangsa dan pencetakan generasi rabbani. Harus berimpact kepada dunia ekonomi dan sosial budaya. Yang berakhir kepada pemeliharaan aset-aset negara dan pendayagunaan kepada masyarakat yang lebih luas. Begitu juga mampu memelihara identitas atau jati diri bangsa yang bertumpu pada pondasi spirituil dalam aspek sosial budaya.
Seruan dan anjuran kepada umat Islam untuk kembali ke barak atau ke dunia dakwah saja dengan pemahaman yang sempit, karena alasan bahwa dunia politik adalah dunia “rawan dan beranjau”, dunia yang sarat dengan kebohongan, ketidak jujuran, khianat, gunjing-menggunjing, halal menjadi haram, haram menjadi halal, atau menyetujui demokrasi yang merupakan produk Barat, adalah sebuah seruan kemunduran dalam berdakwah. Bukankah seruan ini seperti orang yang mengatakan dulu: “Islam Yes, Politik No”. Sebuah adigium yang dulu merupakan musuh bersama umat Islam dan da’i yang mengajak kembali manusia kepada Islam secara kaffah atau komprehensif.
Dan bila ada sebagian kader yang tergelincir dan terjerumus dalam permainan sistem yang destruktif negatif, maka tugas umat, organisasi massa Islam atau organisasi politik Islam untuk menyiapkan sarana dan prasarana agar setiap yang terjun ke dunia politik tetap istiqamah dalam menjalankan amanah yang dibebankan kepadanya dan  tetap menjaga integritas diri.
Baina Ad-Dakwah Was Siyasah
Apakah ada pertentangan antara dakwah dan siyasah atau politik?. Jawaban pertanyaan ini akan menyelesaikan kerisauan dan kegamangan kita dalam melakukan kerja-kerja dakwah selanjutnya yang bersinggungan dengan dunia politik dan langkah meraih kemenangan “Jihad Siyasi” dalam perhelatan pemilihan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negeri ini.
Ayat di atas dan pengertian Islam yang didefinisikan oleh Imam Hasan Al-Banna di bawah ini adalah dalil yang menunjukkan tentang titik temunya amal da’awi dan amal siyasi dalam bingkai keislaman. Jadi tidak ada samasekali pertentangan antara dunia Dakwah dengan dunia Politik. Coba kita renungkan pernyataan Beliau dalam “Risalatut Ta’lim”:
الإسلامُ نِظَامٌ شَامِلٌ يَتَنَاوَلُ مَظَاهِرَ الحَيَاةِ جَمِيْعًا فهو دَوْلَةٌ وَوَطَنٌ أَوْ حُكَُوْمَةٌ وَأُمَّةٌ، وَهُوَ خُلُقٌ وَقَوَّةٌ أَوْ رَحْمَةٌ وَعَدَالَةٌ، وَهُوَ ثَقَافَةٌ وَقَانُوْنٌ أَوْ عِلْمٌ وَقَضَاءٌ، وَهُوَ مَادَّةٌ وَثَرْوَةٌ أَوْ كَسْبٌ وَغَِنىً، وَهُوَ جِهَادٌ وَدَعْوَةٌ أَوْ جَيْشٌ وَفِكْرَةٌ، كَمَا هُوَ عَقِيْدَةٌ صَادِقَةٌ وَعِباَدَةٌ صَحِيْحَةٌ سَوَاءٌ بِسَوَاءٍ
“Islam adalah nidzam (aturan) komprehensif yang memuat seluruh dimensi kehidupan. Ia adalah daulah dan tanah air atau pemerintahan dan ummat, ia adalah akhlak dan kekuatan atau rahmat dan keadilan. Ia adalah tsaqafah (wawasan) dan qanun (perundang-undangan) atau keilmuan dan peradilan, ia adalah materi dan kesejahteraan atau profesi dan kekayaan. Ia adalah jihad dan dakwah atau militer dan fikrah, sebagaimana ia adalah aqidah yang benar  dan ibadah yang shahih ( benar).”
Dakwah yang bertujuan menyeru manusia untuk kembali kepada nilai-nilai Islam secara komprehensif bisa dilakukan oleh kader di manapun ia berada dan apapun profesinya. Apakah ia seorang ekonom, pengusaha, pendidik, teknokrat, birokrat, petani, buruh,  politikus (aleg) dan eksekutif (menetri) bahkan seorang presiden sekalipun.  Jadi dakwah bukan suatu yang antagonis dengan dunia politik, akan tetapi dunia politik merupakan salah satu lahan dakwah.
Semoga tulisan singkat ini mampu memberi energi baru dan gelora semangat bagi kita umat Islam  untuk menguatkan persatuan dan kesatuan untuk menuju Indonesia yang lebih baik, yang diridhoi Allah swt. menuju “Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafur.” Allahu Akbar Walillahi alhamdu.

Selasa, 14 Februari 2012


PBB Mencoba Kembalikan Kejayaan



Sejarah politik dan ketatanegaraan Indonesia mengenai Partai Masyumi yang pernah berjaya pada era Orde Lama dan obsesi ingin menghadirkan kejayaan mengilhami sejumlah tokoh mendirikan Partai Bulan Bintang (PBB).

PBB yang didirikan 17 Juli 1998 dan berasaskan Islam pun tak segan mengklaim sebagai partai penerus Masyumi. Deklaratornya adalah Prof Dr Yusril Ihza Mahendra dan sejumlah tokoh lainnya.

Yusril, dikenal sebagai ahli hukum tata negara dari Universitas Indonesia (UI). Dia pernah menjabat Menteri Hukum dan Perundang-undangan (pada era Presiden Abdurrahman Wahid), Menteri Hukum dan HAM (era Presiden Megawati Soekarnoputri) dan pernah menjabat Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) pada era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Di PBB, Yusril semula menjabat ketua umum partai berlambang bulan dan bintang, namun kemudian kini menjabat Ketua Majelis Syuro PBB. Sejak 1 Mei 2005, Ketua umum DPP PBB dijabat Malam Sambat (MS) Ka'ban yang juga Menteri Kehutanan (Menhut) Kabinet Indonesia Bersatu.

Kepiawaian menangani manajemen partai melejitkan PBB sebagai peserta Pemilu tahun 1999 dan 2004. Pada Pemilu 1999, PBB memperoleh 13 kursi dan berhak membentuk Fraksi Partai Bulan Bintang (F-PBB). Namun hasil Pemilu 2004, dengan perolehan suara 2.970.487 pemilih (2,62 persen) dan mendapatkan 11 kursi di DPR, PBB harus bergabung dengan partai lainnya untuk membentuk Fraksi Bintang Pelopor Demokrasi (BPD).

Meski fraksinya bergabung dengan partai lain, tetapi popularitas PBB tidak tenggelam. Publik mengenal karakter dan ciri kadernya seperti Ali Mochtar Ngabalin dan Yusron Ihza Mahendra.

Platform Partai Bulan Bintang adalah persyarikatan yang berakidah dan berasaskan Islam. Ini berarti bahwa Islam menjadi dasar keyakinan baik sebagai sumber kebenaran maupun sebagai sumber nilai dan norma di dalam setiap aktivitas persyarikatan.

Sedangkan, program khusus yang dikembangkan Partai Bulan Bintang, di antaranya bidang kenegaraan/pemerintahan (dalam negeri), yaitu negara Indonesia adalah negara kesatuan berbentuk republik yang merdeka dan berdaulat serta menempatkan hukum di atas segala aspek kehidupan, yang dikenal dengan istilah negara hukum (rechtsstaat) atau supremasi hukum.

Selain itu, memberdayakan/memfungsikan lembaga legislatif, dengan cara memperjelas ruang lingkup dan kewenangan serta memisahkan kedudukan Ketua MPR dan DPR.

PBB mendorong pengembangan otonomi daerah yang diperluas dan berimbang serta mewujudkan pemerintahan yang bersih dan berwibawa serta dibuka peluang untuk dilakukan audit oleh akuntan publik atas kekayaan pejabat-pejabat tinggi negara.

Sejak didirikan, PBB mengupayakan pemilihan presiden secara langsung oleh rakyat, membangun budaya politik yang berakhlakul karimah, memperjuangkan dibuatnya Undang-Undang Toleransi Beragama serta mengembangkan provinsi menjadi 43 dengan 8 daerah istimewa dan 6 daerah khusus.

Untuk bidang luar negeri, PBB tetap konsisten dengan prinsip politik luar negeri bebas aktif dengan tetap berdasarkan ideologi negara yang dijiwai oleh nilai-nilai Islam. Meningkatkan kerjasama yang saling menguntungkan, terutama dengan negara-negara tetangga dan negara-negara Islam di seluruh dunia.

Selain itu, menentang segala bentuk kolonialisme, arogansi, penindasan dan dominasi dari negara-negara manapun dan menjalin hubungan dan kerjasama. Di bidang pertahanan dan keamanan, PBB memperjuangkan pemisahan yang tegas antara Polri dengan TNI serta menempatkan Polri di lingkungan Departemen Kehakiman RI. Memperjuangkan pemisahan jabatan Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan jabatan Panglima TNI.

PBB mendorong penghapusan dwifungsi TNI dan TNI dikembalikan pada fungsi pertahanan dan keamanan atau kepada fungsi profesionalismenya, menghapuskan keberadaan TNI di DPR.

PBB mendorong penguatan pertahanan dan keamanan di bidang kelautan (maritim) untuk melindungi kepentingan Indonesia mengingat Indonesia sebagai negara kepulauan.

Pemilu 2009
Pemilu 2009 merupakan pemilu ketiga yang akan diikuti PBB. Sebagai peserta Pemilu dengan nomor urut 27, PBB sudah menyusun strategi, termasuk dalam pengajuan calon presiden (capres) dan wakil presiden (Cawapres).

Untuk Capres, PBB telah menetapkan bahwa Ketua Dewan Syura DPP PBB Yusril Ihza Mahendra secara resmi diajukan menjadi calon Capres.

Keputusan mengusung Yusril ditetapkan melalui Mukernas IV Partai Bulan Bintang (PBB) pada 16 Juli 2008. "PBB memutuskan pencalonan kader terbaik PBB, Yusril Ihza Mahendra untuk maju pemilihan presiden 2009," kata Sekretaris Jenderal PBB Sahar L. Hasan.

Niat mencalonkan diri sebagai presiden sudah lama diungkapkan Yusril. Namun, saat itu PBB belum lolos verifikasi administrasi dan faktual. Setelah pasal peralihan UU Pemilu mengizinkan Parpol yang mempunyai kursi di DPR mengikuti pemilu tanpa harus mengikuti verifikasi, PBB langsung eksis.

Menanggapi pencalonannya, Yusril menyatakan siap bekerja full time (penuh) jika terpilih menjadi presiden. Secara fisik, usianya yang relatif masih muda akan mendukung dirinya untuk bekerja maksimal.

Dia mengemukakan, masalah yang dihadapi Bangsa Indonesia terlalu kompleks untuk diselesaikan oleh sosok tua. Seorang calon presiden harus mampu mencurahkan seluruh pikiran dan rela meluangkan seluruh waktu untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.

Yusril pernah memperoleh kesempatan untuk menjadi Capres pada 1998 ketika pemilihan dilakukan oleh MPR. Waktu itu dia mundur saat bersaing dengan Gus Dur.

Mengenai target pada Pemilu 2009, Yusril Ihza Mahendra saat berada di Balikpapan (3/8/2008) menyatakan bahwa partainya menargetkan meraih 10 persen suara. "Mencapai target itu tidak gampang, perlu kerja keras seluruh pengurus dan simpatisan Parpol," katanya.

Ia mengatakan, untuk mencapai target tersebut, partainya mengambil langkah-langkah strategis, khususnya dengan mengubah citra partai. "Dulu PBB sebagai partai intelektual kota, maka sekarang kita ubah menjadi intelektual desa atau kampung-kampung," kata Yusril dalam pertemuan dengan pengurus Parpol berlambang bintang-bulan itu di Kantor DPC PBB Balikpapan.

PBB juga akan menghitung kembali kantong-kantong suara di desa yang ada di daerah pemilihan dan tempat pemungutan suara (TPS), untuk memprediksi banyaknya pemilih PBB di setiap TPS.

Bursa Calon Presiden 2014
Sosok Jenderal Tak Lagi Memukau Rakyat
 
Headline

INILAH.COM, Jakarta - Sosok jenderal pensiunan tentara diyakini tidak lagi menjadi tipikal figur impian rakyat dalam memilih presiden dan wakil presiden pada 2014.

Pengamat politik Universitas Paramadina Herdi Sahrasad menilai, berubahnya figur idaman rakyat dapat terlihat dalam berbagai ajang pemilukada baik tingkat provinsi maupun kabupaten dan kota.

"Rakyat di daerah sudah bisa menerima sosok sipil, tidak lagi mengidolakan tentara, ini realita yang terjadi di sebagian besar pilkada di Indonesia," terang Herdi, Sabtu (11/2/2012).

Pengidolaan rakyat terhadap jenderal pensiunan tentara merupakan dampak dari rezim militer Orde Baru yang menafikan sosok pemimpin sipil. Seiring berjalannya waktu, rakyat mulai sadar bahwa banyak figur sipil yang memiliki jiwa kepemimpinan kuat.
Banyak kepala daerah yang dianggap berprestasi saat ini justru bukan berlatar belakang tentara. Realita ini akan menjadi referensi bagi rakyat sehingga pada Pilpres 2014 tak lagi mengutamakan figur militer.
"Proses kesadaran rakyat ini sudah berjalan selama sepuluh tahun terakhir, dan akan terus bergulir hingga 2014. Tampaknya sosok jenderal tidak lagi memukau rakyat," terang Herdi. [mah]